Jason Becker Stories

Kali ini Pphoo™ akan mengupas sedikit kisah Gitaris yang menurut saya dia adalah Gitaris ber-talenta dan ber-musikal tinggi yang tidak semua manusia diberikan itu.

Jason Becker adalah seorang anak ajaib yang mampu menguasai permainan gitar dengan sangat baik dalam waktu yang pendek (4 tahun) dan pada umur yang muda sekali, 16 tahun (1987). Jika kita mendengar hasil karya besar Jason, kita akan merasakan seolah-olah Mozart dan Bach hidup kembali dengan usia muda tersebut. Jason dapat dengan mudah menciptakan komposisi klasik yang sangat rumit (lebih rumit dari karya Yngwie atau gitaris lainnya) dan memainkannya dengan sangat cepat dan bersih baik electric guitar maupun gitar bolong. Dari sekian bayak gitaris shredder, Jason Becker-lah yang terbaik dalam komposisi klasiknya.

Usia 16 tahun dia sudah dikenal sebagai salah satu virtuoso dan gitaris berbakat besar. Saat 17-18 tahun dia sudah merilis album yang betul-betul berkualitas, seperti Speed Metal Symphony (1987) & Go Off (1988). Saya termasuk kolektor yang beruntung, bisa mengoleksi dua masterpiece Jason Becker bareng kelompoknya (Cacophony) itu, tambah mengoleksi album solonya Perpetual Burn (1988). Di album Perpetual Burn inilah Jason Becker memainkan komposisi neo-classical nan indah, yang membuatnya layak disejajarkan dengan guitar hero-guitar hero sebelumnya. Komposisi yang dimaksud itu berjudul Serrena. -It is known as one of the world's greatest guitar works.- puji Mike Varney, pemilik Roadrunners Record, yang dikenal sebagai label terkemuka rekaman-rekaman Speed & Heavy Metal sampai saat ini.

Kalau ditanya : apa keistimewaan Jason Becker ? Saya akan menjawab : dialah gitaris neo-klasik yang bisa maen cepet sekaligus melodius dalam style appregio-nya. Not-notnya per lagu kedengeran begitu jelas, nggak cuma sekilas, sebagaimana teknik appregio rata-rata gitaris neo-klasik, macam Yngwie J Malmsteen, Chris Impelliteri atau sang perintis, Ritchie Blackmore. Cuma, kekurangan dia dibandingkan tiga gitaris yang saya sebutkan itu adalah masalah spirit dan keliaran. Sebagai gitaris rock dia terlalu rapih. Permainannya kurang bisa mengakomodir semangat rock atau metal yang betul-betul murni, sebagaimana seorang Yngwie, Impelliteri atau tentu saja, Ritchie Blackmore. -Kalau lu mau belajar maen speed sekaligus indah, Becker bisa lu jadiin referensi. Tapi kalau lu mau belajar maen bebas, cepat dan garang, jelas lo lebih baik banyak dengerin Blackmore atau Yngwie.-begitu kesimpulannya.

Saya pernah menduga, setelah Jason Becker gabung dengan David Lee Roth (jadi gitaris band-nya mantan vokalis Van Halen itu), karier Jason Becker akan melesat jauh meninggalkan atau minimal menyamai soulmate-nya di Cacophony, Marty Friedman. Jason secara start lebih unggul dari Marty, meskipun Marty kemudian merilis album solo yang dahsyat dan gabung dengan Megadeth. Bandingkan, di usia 20 tahun Jason sudah dipercaya jadi arranger dan gitaris utama di album David Lee Roth. Sedangkan Marty usianya sudah cukup matang waktu bergabung dengan Megadeth (28 tahun).

Toh, akhirnya, Allah berkehendak lain. Ketika album David Lee Roth rampung dan sukses di pasaran, waktu permainan Jason di album itu mengundang decak kagum banyak kritikus musik, Jason malah nggak bisa tampil di tour-nya David Lee Roth, yang bertajuk “A Little 'Aint Enough-World Tour 1991”. Jari-jari Jason tiba-tiba lemah dan bahkan nggak mampu untuk menggenggam sama sekali. Hasil diagnosa dokter kemudian : Jason positif terjangkit penyakit ALS-amyotrophic lateral sclerosis. Tanpa jari-jari yang kuat dan cepat, Jason nggak bisa memainkan materi album yang konon the best diantara solo albumnya David Lee Roth, dan nggak bisa memainkan Serrena atau lagu-lagu komposisi gubahannya seperti biasa. ALS telah merenggut kemampuannya bermain gitar, melemahkan kedua kakinya, dan membuat Jason tak sanggup berkata-kata dengan jelas. Yaah, sangat menyesakkan, memang. Gitaris dengan bakat besar, skill dan usia muda seperti dia harus sedini itu pensiun dari panggung rock.

Dalam penderitaannya, Jason tak sendiri. Gitaris-gitaris pengagum Jason, diantaranya gitaris belia asal Jepang yang dianggap paling nyeples permainannya dengan Jason, Hiroshi Tominaga, atau rekan bermusiknya gitaris Marty Friedman, kemudian menggalang dana untuk pengobatan Jason melalui project tribute album. (Tu project kalau nggak salah sempet melibatkan gitaris cewek asal Indonesia, yang saya lupa siapa namanya. Pernah sih sekali lihat fotonya. Kalau nggak salah, kayaknya masih punya darah cina, karena wajahnya juga sangat oriental).

Mungkin karena bakat dan reputasinya diwaktu sehat, musisi-musisi yang sempet kerjasama sama dia, atau mereka yang kebetulan care dengan semangat bermusiknya, memfasilitasi keinginan Jason Becker untuk bikin karya-karya lagi. Dengan bantuan perangkat komputer dan musisi-musisi lain, sekitar tahun 1995, Jason kembali berusaha membuat komposisi lagu. Proyek yang rada-rada eksperimental digagas, dimana dalam proyek eksperimen itu Jason menulis lagu dan merancang musik dibantu sistem sinyal, yang menangkap isyarat mata Jason dalam menuliskan not sebagai materi lagu. Sambil menekuni proses spiritual untuk memperkuat mentalnya, proyek eksperimen itu ditempuh dan kemudian menghasilkan sebuah album : Perspective (1996). Pasca peluncuran Perspective ini, tahun 1999 dan 2003 nomor-nomor unreleased dan demo-track Jason dikemas dalam dua album : Blackberry Jam dan Raspberry Jam. Sayang, ketiga album yang saya sebutkan itu kayaknya nggak sampe di sini, bahkan juga sulit didapet di negeri tetangga. Seorang teman yang coba mencari album-album itu waktu pergi ke Singapura juga pulang dengan tangan nihil. Wah, tambah penasaran saja saya. Kapan bisa denger materi-materi komposisinya Jason Becker, yang dirilis pasca dia menderita penyakit ALS ?

Tahun 2005 lalu, film true story-nya Jason Becker yang berjudul Mr. Tambourine Man -kok minjem judul lagunya Bob Dylan ya ?- katanya dirilis di Amerika. Dalam film tersebut, Matt Schulze, aktor yang menurut saya nggak mirip sama Jason Becker, memerankan sosok sang gitaris berbakat, yang kemundurannya dari dunia musik rock nggak kalah tragis dari kepergiannya Randy Rhoads, gitaris pertama band Ozzy Osbourne. Buat saya dan temen-temen band, yang dulu sering nginep di loteng rumah dan studio, pengen sekali bisa nonton film itu. Kali ini saya rada optimis, bakal bisa nonton film true story-nya Jason Becker itu. Menjamurnya DVD bajakan dan beberapa counter DVD bajakan yang jual film-film aneh, kemungkinan bakal ngejual film itu, meskipun mungkin nggak banyak-banyak banget stoknya. Dari kisah seorang rocker, gitaris berbakat yang tampaknya masih memendam banyak cita-cita yang belom kesampaian itu, kita mungkin bisa menyelami suatu hikmah. Entah hikmah apa. Setiap orang boleh menafsirkan, bebas mengintrepretasikannya.

Nah... Sobat semuanya...
Semoga sedikit penjelasan ini bisa membuat wacana Kita semua bahwa Mereka menjadi Inspiator karena tidak mudah putus asa dan terus berjuang...

CAYOOO..!!!

0 comments:

Post a Comment